Assalammu'alaykum WR WB

Selamat Datang, Saudaraku...

Kamis, 08 Januari 2009

BBM Naik, Jalan dan Puasa Jadi ‘Hobi’ Baru

Pagi itu kota Bogor cukup cerah.. Segerombolan anak sekolah tampak berjalan santai menyusuri trotoar di depan kebun raya. Sesekali mereka saling bercanda. Kami pun menyapa mereka untuk mengajak ngobrol. Mereka langsung mengiyakan dengan ramah.

Gimana nih, BBM naik, ada efeknya ga buat kalian?”

“Wah… ada banget”, jawab spontan salah satu diantara mereka, yang ternyata bernama Sardi”.

“Iya, gara-gara BBM naik, ongkos angkot jadi naik. Padahal dulu cuman seribu, sekarang jadi dua ribu”, tambah Ema, siswi lain tanpa senyum.

Kenaikan BBM tahun ini memang lumayan berat. Efek kenaikan BBM tahun 2005 masih terasa sekali. Semua harga menjadi mahal, sedangkan pendapatan belum tentu bertambah. Ditambah lagi tahun ini, bensin yang mula-mula 4500 per liter menjadi 6000 rupiah. Harga yang sangat tinggi. Hanya beda sedikit dengan Amerika dan Jepang yang harga BBMnya tertinggi di dunia. Disana sekitar 8000-10000 per liter. Padahal GNP negeri ini cuman 810 $/tahun. Disana wajar kalo BBM mahal, GNPnya saja sekitar 30.000 $.

“Dampak BBM cuman diangkot aja dek?”

“Ya, nggak lah. Uang saku kan tetep. Ongkosnya naik. Uang jajan juga naik”jawab mereka saling bersahutan.

Mereka juga mengaku bahwa dengan naiknya harga BBM ditambah lagi uang sekolah dan biaya beli buku, biaya pengeluaran menjadi lebih besar. Meski sudah dua bulan dari naiknya harga BBM, bebannya masih sangat terasa berat.

Kenaikan BBM bisa dipastikan berefek pada kenaikan komoditi lain. Bagaimana tidak. Transportasi butuh BBM, produksi barang juga butuh BBM. Sektor pertanian, perikanan juga butuh BBM. Jika sudah begitu, harga apa saja bisa naik.

Menyikapi kenaikan BBM, mereka hanya bisa tersenyum, “Ya gimana lagi. Udah kebijakannya kayak gitu.”

Sebagai rakyat biasa, kebanyakan masyarakat hanya bisa pasrah menerima pahitnya sebuah kebijakan. “Ya, sekarang kita jadi sering jalan kaki, karena ongkos mikrolet mahal. Termasuk hari ini, kita jalan kaki mau ke sekolah. Kita juga jadi sering puasa, karena uangnya pas-pasan”.

Meskipun tarif angkot hanya naik lima ratus rupiah, tapi bagi anak-anak ini tetaplah memberatkan.

“Orang tua juga sering ngeluh, barang-barang jadi mahal. Kadang kita juga kesulitan, kalo mau minta bayar sekolah dan beli buku, suka dikira bohong. Habis banyak banget butuh duitnya”.

“Jadi BBM harusnya gimana?”

“Ya BBM harusya diturunin aja.”, jawab mereka singkat.

Masyarakat Bogor memang masyarakat yang patut diacungi jempol. Mereka tetap mampu bertahan meski kondisi sulit. Tentu, dengan berbagai caranya masing-masing. Kondisi sulit memang membuat masyarakat semakin kreatif. Hobi baru jalan kaki dan puasa memang menyehatkan. Berpuasa juga bisa mendatangkan pahala.

Tapi apa dengan begitu, kenaikan BBM menjadi hal yang bisa diterima. Neneng, Ema, Santi, Sardi dan Iyang memang punya cara sendiri untuk bertahan hidup. Tapi pemerintah juga punya kewajiban untuk mengurusi kebutuhan masyarakat. Tujuan bernegara sendiri adalah agar urusan masyarakat bisa terusi dengan baik sehingga rakyat sejahtera. Apalagi BBM yang merupakan hajat hidup orang banyak. Seharusnya dapat diperoleh masyarakat dengan mudah dan murah. Seperti kata Sardi, pemerintah harusnya menurunkan harga BBM.

Bukankah negeri ini kaya minyak? Di luar negeri, orang mesti menggali bumi untuk mendapatkan minyak. Tapi disini, di Lapindo, di Kalimantan, sumber bahan bakar keluar dengan sendirinya. Gas-gas keluar dari lubang-lubang bumi. Bahkan kita sampai harus repot menutupinya.

Seandainya itu semua bisa dikelola dengan baik oleh negara, tentu keadaannya akan lebih baik.

(yul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar