Oleh : Fathimah Abdullah AlBarnesy
Kapitalisme yang diujung tanduk
Bursa saham dunia goncang setelah Bank Lehman Brother resmi mengumumkan kebangkrutannya 14 September 2008. Mengikuti pailitnya Merrill Lynch dan Bear Sterns, perusahaan-perusahaan raksasa dunia. AIG (perusahaan asuransi) dan Washington Mutual (perusahaan Savings&Loan) pun segera menyusul.
Bursa saham goncang karena harga saham perusahaan-perusahaan besar berguguran ke level yang sangat rendah. Anjloknya harga saham perusahaan disebabkan kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar terutama perusahaan properti dan perusahaan jasa (asuransi dan perbankan). Tren menurunnya harga saham terus terjadi mengikuti kebangkrutan bank-bank penyalur dana bagi permainan saham. Kegiatan ekonomi yang selama ini bertumpu pada sektor non riil menjadi lumpuh.
Dengan”kerusuhan” di bursa saham ini, Amerika dan negara-negara dunia menyatakan bahwa dunia dalam kondisi krisis.
Amerika sendiri kalang kabut. Bagaimana tidak? 60% penduduk Amerika menyalurkan dananya di bursa. Terutama disektor properti yang diopinikan sebagai peluang investasi yang menggiurkan. Uang milyaran Dolar melayang tak tahu rimbanya. Tak hanya uang, pasar bursa juga menyedot ribuan karyawan. Dampaknya, jumlah pengangguran akan meningkat. Kemiskinan di Amerika dipastikan akan ikut meningkat. Menyusul 3,2 juta warga AS akan kehilangan rumahnya. Munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga keuangan menciptakan lesunya kegiatan ekonomi. Jika selama ini ekonomi banyak bertumpu pada sektor ini, bisa dipastikan kehancuran negara adidaya ini tinggal menunggu waktu.
Krisis ekonomi Amerika menyebabkan posisi Amerika benar-benar di ujung tanduk. Hingga debat calon presiden yang awalnya berkutat di dunia politik menjadi beralih ke cara-cara penyelamatan ekonomi.
Krisis-krisis ekonomi Amerika
Ideologi kapitalisme yang diemban barat itu sebenarnya rapuh. Ia memiliki karakter self destructive. Buktinya baru awal berdiri, Amerika sudah sempoyongan menggali kuburan sendiri. Sejak awal berdiri, Amerika sudah beberapa kali diterpa krisis ekonomi yang parah. Tahun 1929, Amerika mengalami depresi ekonomi. Buku-buku sejarah menyebut peristiwa itu sebagai "Depresi Besar" (The Great Depression) yang telah menyebabkan terus berlanjutnya kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan. Krisis ini tidak teratasi, kecuali setelah keluarnya keputusan Presiden Roosevelt untuk menerjunkan Amerika ke dalam kancah Perang Dunia II dan membangkitkan perekonomian Amerika dengan cara memproduksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar.
Tahun 1970, Amerika mengalami kemerosotan ekonomi yang tinggi karena tidak mampu menjamin pencetakkan dolarnya dengan emas. Hingga tahun 1971, dolar tak lagi dikonversi menjadi emas. Amerika pun memaksa Jerman dan Jepang yang waktu itu memiliki cadangan emas terbesar untuk ikut menerima dolar. Defisit yang terus menerus pada neraca perdagangan AS tersebut mengakibatkan jatuhnya harga dolar, tanpa ada intervensi dari AS. Maka pada tahun 1987 anjloklah dolar secara dramatis ketika AS menurunkan harga dolar, sebagai reaksi dari tindakan Jerman menaikkan suku bunga, tindakan yang menyalahi perjanjian Louvre di antara negara-negara G-7. Para pedagang saham segera beramai-ramai menjual saham mereka dan terjadilah kerugian internasional yang mencapai lebih dari 200 milyar dolar AS dalam beberapa jam saja. Indeks harga saham di New York turun 22 % dalam sehari
Selama ini Amerika dianggap unggul dalam ekonomi karena Amerika memang menguasai komoditas-komoditas produk yang terpenting --terutama peralatan militer- serta memonopoli beberapa komoditas strategis seperti komputer dan informasi. Ditambah dominasi politik yang berhasil memaksa dunia untuk melenyapkan hambatan-hambatan, pajak-pajak, dan bea-bea masuk, serta ketentuan-ketentuan mengenai proteksi dan monopoli perekonomian negara. Semua ini membuka peluang bagi masuknya modal dan produk Amerika yang besar ke pasar-pasar yang sebelumnya terproteksi dan tertutup. Roda ekonomi Amerika pun terus berjalan. Tapi semua upaya licik Amerika untuk mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa ekonomi dunia kini seolah berbalik. Kerakusan kapitalisme telah menyebabkan Amerika terperosok ke jurang yang sangat dalam. Hutang Nasional yang sangat tinggi mencapai 12,8 T (2007)
Akar Masalah Krisis Global : Sistem Ekonomi Kapitalisme
Setidaknya ada dua penyebab inti dari krisis global, diungkap oleh sejumlah analist. Penyebab krisis global saat ini adalah terlalu sembrononya Bank-Bank di AS dalam menyalurkan kreditnya. Bunga yang terlalu rendah dan subprime mortgage (syarat yang terlalu mudah). Akibatnya, resiko terbesar harus dihadapi, yaitu kredit macet. Bahkan, beberapa Bank memiliki jumlah hutang yang lebih besar dari modalnya. Bubble atau balon itu pun meletus.
Benarkah itu adalah inti masalahnya?
Istilah Bubble dalam dunia ekonomi berarti berkembang terus dan berkembang semakin besar, tapi pada titik tertentu akan meletus. Penggunaan istilah ini pada sektor non riil sesungguhnya menunjukkan rapuhnya dunia ekonomi kapitalis. Bagaimanapun upaya mencegah bubble, tetap saja sifat dasar sistem ekonomi kapitalis akan beresiko besar terjadinya bubble. Seperti saat ini.
Tidak ada yang lebih penting dalam praktek kapitalisme, selain keuntungan. Keuntungan akan dikejar meski harus menghalalkan segala cara.
Dengan pola pikir dasar seperti ini, sektor non riil (pasar uang dan pasar modal) akan menjadi primadona dalam usaha mencari keuntungan besar. Modal kecil dalam waktu singkat dapat untung besar. Sektor non riil, yang penuh unsur untung-untungan memikat banyak orang untuk mencoba mengundi nasib. Tak heran jika 60% warga AS kepincut menyalurkan dananya di bursa saham. Harapannya, tentu saja keuntungan yang besar. Namun unsur spekulatif bursa saham telah menjerumuskan mereka. Trilyunan dolar dana lenyap entah kemana. Tak ada yang bisa dituntut karena sistemnya memang diatur demikian. Indonesia yang mulai ikut-ikutan bermain, pun ikut kena dampaknya.
Ekonomi adalah salah satu faktor kekuatan negara. Kedudukan ekonomi setara dengan kekuatan ideologi dan militer. Kekuatan militer suatu negara tak ada artinya tanpa kekuatan ideologi. Sementara kekuatan militer negara tanpa kekuatan ekonomi juga tak ada artinya. Karena itulah, negara-negara adidaya selalu memberi perhatian besar pada ide-ide ekonomi dan merancang berbagai strategi dan taktik untuk memperkuat perekonomiannya. Tujuannya adalah untuk menguasai bahan-bahan mentah utama, di samping membuka pasar-pasar bagi produk-produk mereka.
Dalam rangka mempertahankan statusnya sebagai negara adidaya, Amerika dan beberapa negara barat-yang berambisi menjadi negara adidaya-sangat memperhatikan kebijakan ekonominya. Berbagai kebijakan ekonomi dalam negeri maupun luar negeri mereka atur dengan berporos pada prinsip kapitalisme. Tentu saja, karena mereka adalah penyembah kapitalisme sekuler. Hukum-hukum ekonomi mereka buat agar tetap bisa melanggengkan kepentingannya.
Mereka mengatur semuanya, mulai dari konsep kepemilikan, konsep pengelolaan dan konsep distribusi semau mereka (para kapitalis).
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada teori bahwa keuntungan memberi motivasi untuk berprestasi. Tidak ada campur tangan pemerintah untuk mengendalikan dan menyalurkan properti. Properti adalah milik pribadi dan keuntungannya merupakan milik para pemegang perusahaan.
Maka, konsep ekonomi kapitalisme dari segi Kepemilikan, semuanya adalah milik individu yang punya modal. Jika tidak punya modal, diaturlah mekanisme agar memiliki modal, lewat bank-bank ribawi, adanya bunga, baik besar maupun kecil yang ternyata beresiko kredit macet. Para kapitalis (pemilik modal) akan terus menerus memperbesar kekayaannya dengan berbagai cara. Mereka membuka bisnis perbankan dan saham untuk menyerap dana masyarakat. Mereka juga mengatur mekanisme yang memudahkan mereka untuk menguasai bahan baku produksi dengan kebebasan menguasai pertambangan, energi dan hutan hingga menguasai perusahaan negara melalui privatisasi. Hingga pada tahap para kapitalis menjadi penguasa yang dengan bebas membuat mekanisme yang menguntungkan pagi perusahaannya (korporatokrasi). Tak hanya berhenti di dalam negeri, para kapitalis juga berusaha menguasai ekonomi negara-negara lain melalui pendirian lembaga-lembaga keuangan internasional, intervensi UU PMA, melabilkan (menjatuhkan) kurs mata uang sehingga bahan baku menjadi murah, liberalisasi pendidikan (tenaga kerja murah). Ini semua dilakukan untuk semakin memperkokoh kapitalisme.
Dari segi pengelolaan harta, kerakusan dan menghalalkan segala cara dalam berekonomi berkonsekuensi pada kegiatan ekonomi apapun asalkan mendatangkan untung, tidak peduli kegiatan ekonomi yang halal atau haram, riil atau non riil. Yang penting dapat untung.
Distribusi pun macet. Karena, hanya yang punya modal yang dengan mudah mengakses segala kebutuhannya. Negara tidak boleh ikut campur.
Dengan ekonomi kapitalisme, masalah ekonomi yang sesungguhnya, yaitu bagaimana setiap individu dapat memperoleh alat pemuas kebutuhannya, menjadi tidak pernah terpecahkan. Ditambah lagi, adanya asumsi dalam ekonomi kapitalisme, bahwa kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas, sedangkan alat pemenuhannya terbatas, berdampak pada tolak ukur mereka mengenai kemakmuran. Fokus kegiatan ekonomi adalah menyediakan alat pemuas kebutuhan, bukan memastikan sampainya alat pemuas kepada individu masyarakat. Kemakmuran tidak diukur dari skala mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat. Tapi dalam kacamata kapitalisme, kemakmuran diukur dari tingkat pertumbuhan produksi yakni hanya terfokus pada penyediaan alat pemuas kebutuhan secara makro. Yang teramati dari tingkat pendapatan nasional atau (percapita income).
Dengan demikian, selama hukumnya berasal dari manusia, maka hukum dibuat untuk melanggengkan kepentingan sang pembuat hukum.
Masih berharap pada Kapitalisme?
Krisis Global 2008 yang menghantam hampir seluruh negara-negara barat, akhirnya memaksa pemerintah masing-masing negara di dunia untuk segera mengambil langkah-yang mereka sebut- penyelamatan. Bagi sebagian negara barat, mereka melakukan nasionalisasi bank-bank bermasalah dan terus melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga keuangan (tindakan menjilat ludah sendiri, dalam kapitalisme seharusnya tidak ada campur tangan pemerintah dalam pasar)
Mengingat krisis-krisis ekonomi yang terjadi setelah perang dunia II tahun 1944 diakibatkan oleh masalah moneter, maka dunia diarahkan untuk mengatur kembali kebijakan moneter dunia. Kesalahan terbesar dunia saat itu (dan mungkin sekarang juga) adalah mempercayakan pengaturan moneter dengan membentuk lembaga moneter dunia bernama IMF. IMF berdiri tahun 1944 sesuai perjanjian Bretton Woods, yang menetapkan pembentukan sistem mata uang internasional berdasarkan Dolar yang dijamin oleh emas.
Dalam krisis global saat ini pun, solusi yang ditawarkan pada berbagai negara adalah ”kembali” meminjam dana kepada IMF. Padahal, berbagai kebijakan yang ditawarkan IMF jelas tidak masuk akal, bisa menyelesaikan krisis.
Kalau begitu, mau mencoba aksi ”penyelamatan lain” (tapi berbingkai kapitalisme)? Dengan mengatur kembali mekanisme ekonomi, seperti mendisiplinkan permainan di bursa efek, mendorong buyback (membeli saham-saham yang sudah dijual pada saat hargannya turun), mem’bailout’(memberikan suntikan dana bantuan) bank-bank bermasalah? Jelas semakin memperumit pintalan benang yang sudah kusut. Karena bank ribawi, saham dan perseroan terbatas adalah 3 pilar tetap tegaknya ekonomi nonriil. Dengan mempertahankan ekonomi riil berarti berani menanggung datangnya krisis.
Guncangan ekonomi nonriil dapat berdampak pada krisis ekonomi negara. Mekanismenya, tidak jauh berbeda antara negara ’maju’ dengan negara berkembang. Inti masalahnya terletak pada 3 hal yaitu sistem moneter yang labil, bank ribawi dan sektor non riil (pasar modal dan pasar uang). Mari kita membahasnya satu persatu.
Yang pertama, sistem moneter. Sistem moneter berbagai negara saat ini sangat labil, termasuk sistem moneter Amerika (dolar). Hal ini disebabkan sistem mata uang yang diberlakukan adalah sistem fiat money atau mata uang kertas inkonvertibel yaitu sistem mata uang yang dijamin oleh UU bukan oleh sesuatu yang bernilai intrinsik. Nilai mata uang tergantung pada seberapa besar kepercayaan publik terhadap lembaga yang mencetak mata uang. Sehingga nilai mata uang akan selalu labil tergantung kepercayaan publik. Selain itu, pada sistem mata uang ini, tidak terdapat aturan ketat dalam pencetakan uang. Lembaga dapat mencetak uang sesuai kebutuhan (misalnya untuk menutupi hutang negara, biaya bailout) sehingga memastikan terjadinya inflasi (jumlah uang lebih banyak dari pada jumlah barang, sesuai hukum permintaan dan penawaran, maka nilai uang akan turun dan harga barang akan naik). Terjadinya inflasi yang terus-menerus akan mengakibatkan krisis ekonomi.
Yang kedua adalah bank Ribawi. Keberadaan bank ribawi sangat penting bagi ekonomi non riil. Awalnya, tujuan berdirinya bank adalah untuk menyalurkan dana ”menganggur” masyarakat untuk kegiatan yang dapat mengembangkan uang. Namun, penyaluran uang pada sektor riil dinilai lambat dalam mengembangkan uang, jika dibandingkan dengan mengembangkan dana disektor non riil, seperti perdagangan saham dan perdagangan uang. Akibatnya uang masyarakat lebih banyak disalurkan ke bisnis nonriil yang spekulatif ini. Dampaknya, jika nilai saham terus naik, ”keuntungan” akan semakin besar atau diibaratkan seperti balon yang ditiup, akan semakin besar. Namun nilai saham juga sangat tidak stabil tergantung pada banyak hal, secara internal nilai saham tergantung pada kinerja emiten (perusahaan yang mengeluarkan saham) dan besarnya deviden (keuntungan yang dibagi kepada pemegang saham), namun faktor eksternal ternyata juga sangat berpengaruh besar terhadap naik-turunnya harga saham, misalnya tingkat suku bunga, kebijakan pemerintah, isu borong saham dan sebagainya. Dan suatu saat, pasti terjadi penurunan harga saham, karena menurunnya kepercayaan terhadap nilai saham. Dampaknya, pada bank adalah bank akan kehilangan sejumlah uang yang digunakan untuk membeli saham. Jika jumlah ini besar, maka bank akan kehilangan modalnya (sebagian besar bank yang bermain di bursa saham, menyalurkan lebih dari 50% modalnya). Terjadilah kredit macet, yaitu bank tidak dapat mengembalikan dana milik nasabahnya. Maka terjadilah rush (penarikan dana besar-besaran oleh nasabah). Dan untuk mempertahankan keberadaan bank, biasanya pemerintah akan memberikan suntikan bantuan modal kepada bank agar bank dapat mengembalikan dana nasabah. Sehingga kepercayaan publik terhadap bank tetap baik, selain itu, bailout bertujuan agar bank tetap dapat menjadi suplie dana bagi perusahaan-perusahaan di sektor riil (untuk biaya pembelian bahan baku, impor dan menutupi hutang). Dana bailout biasanya diambil dari hutang atau negara mencetak uang baru. Jika negara mendapatkan dana dari mencetak uang baru, maka akan menyebabkan inflasi.
Jika pemerintah tidak dapat membailout bank bermasalah, biasanya pemerintah akan melikuidasi (dibekukan/dibubarkan, mencairkan aset menjadi uang tunai). Namun hal ini akan berdampak menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank dan juga menyebabkan hilangnya suplie dana untuk sektor riil. Maka akan banyak perusahaan yang gulung tikar (terjadi tahun 1997 di Indonesia), karena bahan baku dan alat-alat produksi perusahaan berasal dari impor, turunnya nilai rupiah akan menyebabkan naiknya biaya produksi, karena transaksi dilakukan dalam dolar. Hutang negara dan swasta juga akan meningkat berkali lipat karena nilai tukar mata uang yang jatuh. Misalnya, hutang 50 milyar akan berkali lipat menjadi 250 milyar karena rupiah naik dari 2000 menjadi 10.000 (naik 5 kali lipat)
Apalagi praktek ribawi akan menyebabkan jumlah hutang menjadi berkali lipat, dan hutang semakin sulit terlunasi. Hal ini menyebabkan distribusi uang menjadi macet.
Yang ketiga adalah sektor non riil yang meliputi pasar saham dan pasar uang. Pasar uang adalah bertemunya permintaan dan penawaran terhadap mata uang lokal dan asing atau dengan kata lain pasar yang memperdagangkan valas, sedangkan pasar modal adalah transaksi modal antara pihak penyedia modal (investor) dengan pihak yang memerlukan modal (pengusaha) dengan menggunakan instrumen saham, obligasi, Reksa Dana dan instrumen turunannya (derivatif instrument).
Pada masa sekarang arus uang dan modal jarang dihubungkan dengan keperluan transaksi perdagangan internasional dan kebutuhan modal untuk investasi jangka panjang. Tetapi perekonomian konvensional melihat pasar uang dan pasar modal sebagai sarana investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif guna mendapatkan keuntungan (gain) yang cepat dan besar.
Hanya saja keuntungan seorang investor dalam bermain saham tidak mesti diperoleh melalui capital gain dengan menjual saham pada saat harga jualnya lebih tinggi dari harga yang dibeli sebelumnya. Bisa saja investor melalui para broker melakukan goreng mengoreng saham dengan tujuan menguasai saham perusahaan tertentu yang dibeli dengan harga murah jauh di bawah harga normalnya melalui rekayasa transaksi ataupun dengan melemparkan isu-isu yang berdampak negatif terhadap perusahaan tertentu sehingga harga sahamnya jatuh. Ketika harga saham jatuh maka terjadi kepanikan di kalangan investor lain khususnya yang lebih awam, sehingga mereka melepaskan saham yang mereka pegang ke pasar agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari.
Permainan di bursa saham, tidak lebih dari sekedar perjudian, bukan lagi arena pencarian modal (hutang-piutang). Karena perdagangan kertas saham tanpa melibatkan perdagangan aset yang sebenarnya. Yang diperdagangkan tak lebih sekedar efek, yang tidak jelas wujudnya.
Transaksi di pasar saham, tidak akan terjadi jika tidak adanya PT atau Perusahaan Terbatas. Perusahaan Terbatas, artinya tanggung jawab yang terbatas. Jadi kalau misalnya usahanya gagal dan merugi, maka para pemegang saham tidak dapat mengajukan klaim apa pun kepada emiten, berapa pun jumlah modal yang mereka setorkan. Mereka tidak berhak mendapatkan apa pun kecuali aset perusahaan yang tersisa. Mekanisme PT, hanyalah alat yang digunakan para kapitalis untuk menjaga modalnya dan menjalankan sektor non riil untuk mendapatkan keuntungan tambahan yang besar. Padahal seharusnya modal yang diperoleh berupa dana hutang harus dikembalikan sesuai besarnya hutang.
Ekonomi nonriil kapitalisme-lah sumber masalahnya. Selama ekonomi non riil tetap dipertahankan, maka goncangan dahsyat ekonomi sewaktu-waktu akan datang mengancam.
Bagaimana ekonomi dalam Islam
Masalah ekonomi menurut Islam adalah bagaimana setiap individu dapat memperoleh alat pemuas yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga, politik ekonomi Islam ditujukan agar bagaimana rakyat dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, sekaligus kebutuhan sekundernya. Sistem ekonomi Islam ditopang oleh 3 asas yaitu konsep kepemilikan, konsep pengelolaan dan konsep distribusi.
Mengenai kepemilikan, ada 3 jenis kepemilikan yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum.
Mengenai konsep pengelolaan harta, maka ada 2 pembahasan yaitu pengembangan harta dan pembelanjaan harta.
Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta. Islam hanya mendorong pengembangan harta pada sektor riil saja, yakni sektor pertanian, industri, dan perdagangan.
Islam mengatur pengembangan harta dari sisi hukumnya dan tidak mengatur dalam hal teknis (teknologi yang digunakan). Dalam hal pertanian, misalnya Islam melarang penelantaran lahan lebih dari 3 tahun, menyewakan tanah dan musaqoh serta lainnya. Dalam hal perdagangan Islam mengatur mengenai syirkah dan jual beli. Dalam hal perindustrian Islam mengatur hukum produksi barang, manajemen dan jasa, seperti hukum perjanjian dan pengupahan.
Islam melarang aktivitas pengembangan harta misalnya riba-baik nashi’ah pada perbankan dan riba fadhal-pada pasar modal-, menimbun, monopoli, judi, penipuan dalam jual beli, penjualan barang-barang haram dan lain-lain.
Sedangkan pembelanjaan harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa kompensasi. Islam mendorong umatnya menginfakkan harta untuk kepentingan umat dan pada pihak yang membutuhkan.
Islam telah melarang penggunaan harta pada hal-hal yang dilarang oleh hukum syariah seperti riswah, israf, tabdzir, taraf serta mencela sifat bakhil. Pelarangan tersebut ditujukan agar harta benar-benar bermanfaat dan mencegah pembengkakan akibat suap, pungli dan lain-lain.
Distribusi harta
Sistem distribusi Islam ditetapkan dengan dua cara
Pertama, mekanisme pasar. Mekanisme pasar merupakan bagian terpenting dari konsep distribusi. Mekanisme pasar akan berjalan baik, jika masalah kepemilikan dan pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan Islam. Agar mekanisme pasar berjalan normal, Islam melarang praktik-praktik haram yang bisa mengganggu stabilitas mekanisme pasar seperti, penimbunan, riba, spekulasi, serta sektor-sektor nonriil (seperti valas dan sebagainya).
Kedua, transfer dan subsidi. Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak-pihak yang tidak mampu bergabung dengan mekanisme pasar-seperti karena cacat, idiot dan sebagainya-Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara, diantaranya dengan zakat, pemanfaatan harta, kepemilikan umum oleh rakyat, subsidi pemerintah, pembagian tanah dan lain-lain.
Sistem Penunjang
Untuk menunjang jalannya kegiatan ekonomi, Islam telah menetapkan sejumlah ketentuan hukum. Dalam bidang moneter, Islam menetapkan sistem dinar dan dirham. Sistem mata uang yang berdasarkan pada emas yang mempunyai nilai intrinsik akan menciptakan sistem moneter yang stabil. Dalam perdagangan luar negeri, Khilafah Islamiyah akan turut campur dan mengontrol sepenuhnya perdagangan dengan negara lain. Negara juga mengatur komoditas yang boleh dan tidak boleh diperjualbelikan ke luar negeri. Negara juga mengontrol pelaku bisnis kafir harbi dan mu’ahid.
Khilafah Tinggal Selangkah
Mahasuci Allah yang telah menunjukkan dengan jelas kepada umat, betapa bobroknya sistem buatan manusia, yakni sosialisme dan kini kapitalisme-meskipun penguasa berusaha menutup-nutupinya. Doa para pengemban dakwah yang ikhlas di bulan Ramadhan yang lalu mungkin adalah salah satu kunci pembuka pintu menuju Khilafah yang tinggal selangkah. Maka jangan hanya, berdiri, terpaku, terpana menyaksikan ambruknya kapitalisme. Mari berlari, berlomba menyongsong Khilafah yang semakin nyata kedatangannya di pelupuk mata.
Peluang semakin terbuka lebar. Angka golput yang tinggi menunjukkan kekritisan rakyat, ketidakpercayaan dan muaknya umat dengan tipudaya sistem buatan manusia ini. Saat ini kebobrokan kapitalisme tak hanya mereka perbincangkan di angan-angan, tapi sudah menjadi sesuatu yang mereka lihat dan rasakan. Keberharapan mereka pada Syariah Islam sebagai solusi (dengan berbagai persepsi mereka tentang syariat Islam) tergambar jelas pada berbagai survei baik yang dilakukan oleh kaum muslimin maupun orang-orang kafir.
Sesungguhnya saat ini, mereka sedang kebingungan mencari solusi. Jika ”Islam is the Only Solution”, tak segera kita sampaikan kepada mereka. Berharap mereka menjadi umat yang sadar dengan sendirinya, tidaklah mungkin. Sesungguhnya mereka sedang mencari-cari penjelasan Syariah yang benar. Syariah dalam ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya dan sebagainya.
Mari sambut datangnya Khilafah dengan dakwah yang semakin agresif. Kebahagiaan kita adalah ketika kita menyaksikan umat yang tersadar karena dakwah kita, dengan izin Allah.
Mari jadikan dakwah sebagai hobi yang menyenangkan, poros, dan jantung kehidupan kita.
Selamat tinggal kapitalisme, Khilafahku di depan mata.
Dan katakanlah: ”Telah datang yang haq dan lenyaplah yang bathil. Sesungguhnya kebatilan pasti akan hancur”. (Al-Isroo’:81)
Assalammu'alaykum WR WB
Selamat Datang, Saudaraku...
Rabu, 28 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar